Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Tidak Ada Pembaruan Tanpa Liberalisasi

Pendahuluan Manusia hidup dalam konteks ruang dan waktu. Dalam perjalanan kehidupannya, manusia yang beragama mustahil terlepas dari berbagai persoalan. Untuk segala konteks, tentu saja agama yang dianut dituntut untuk mampu menginspirasi para pemeluknya. Demikian itulah peran agama, tidak terkecuali Islam sebagai agama wahyu terakhir yang diturunkan Tuhan. Namun kemudian akan menjadi persoalan, tatkala agama – Islam – tidak lagi dirasa banyak berkontribusi menghadapi masalah kehidupan. Sejarah sudah lengkap mencatat, bagaimana kejumudan umat beragama dalam memahami agamanya, menjadi kendala utama bagi penyelesaian masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa agama (baca:teks keagamaan) dalam wujud Al-Quran dan Hadits adalah benda yang tidak bergerak, manusialah yang memberinya nuansa. Sekalipun agama itu lama eksis, belum tentu dalam jangka waktu yang sama ia berkontribusi bagi penyelesaian masalah, apalagi untuk kemajuan kehidupan. Pembaruan Untuk itulah diperlukan gera

Jalaluddin Rakhmat, Setelah itu Nurcholish Madjid

Gambar
Tulisan ini sedikit merekam pengalaman pribadi penulis tatkala bertemu dengan kedua tokoh di atas; Prof. Jalaluddin Rakhmat dan Prof Nurcholish Madjid (alm). Jumat lalu 29/3/2013, penulis bersama beberapa teman berkesempatan menghadiri seminar keagamaan yang diprakarsai oleh yayasan Nurcholish Madjid Society (NCMS), dengan tema “ Keruntuhan dan Kebangkitan Agama: Peran Komunitas Agama dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi ”. Seminar yang dilaksanakan di daerah Kemang, Jakarta Selatan itu dihadiri sedikitnya seratus peserta, berbagai kalangan, yang didominasi kalangan menengah ke atas yang berpendidikan. Acara ini turut dihadiri berbagai tokoh lintas agama: Kristen, Buddha dan sebagainya. Turut hadir di tengah-tengah peserta adalah salah satu tokoh Ahmadiyah Indonesia; bapak Ahmad Pontoh. Sebagai pembicara utama hadir Martin Lukito Sinaga, pendeta dan dosen luar biasa di STT (Sekolah Tinggi Teologi) Jakarta, dan, tentu saja, Prof. Jalaluddin Rakhmat, cendekiawan Muslim, aktivis